~HAVE A BLESSED & WONDERFUL DAY BLOGGER~

14 Des 2016

Dakwaan JPU Terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) Prematur dan Kabur (Obscuur Libel)

Setelah mengikuti persidangan Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) hari ini Selasa,13 Desember 2016 dengan agenda sidang Pembacaan Dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) dilanjutkan dengan Pembacaan Eksepsi dari Tim PH (Penasihat Hukum)  Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Penulis sangat setuju dengan pendapat Tim PH Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Adapun alasan-alasan kuat yang meyakini bahwa Dakwaan JPU harus ditolak oleh Majelis Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Perkara Pidana Penistaan Agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah sebagai berikut :

Dakwaan JPU Prematur karena telah mengabaikan asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generali (Lex Specialis derogat lex generalis). Dakwaan JPU secara nyata mengesampingkan aturan khusus (Lex specialis) yaitu : Undang-Undang No.1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalagunaan Dan/Atau Penodaan Agama (PNPS). Dimana Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang No.1 Tahun 1965 tersebut secara tegas menyatakan :

 Pasal 1
Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.

Pasal 2
Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri Agama, menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Apabila pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 3
Apabila, setelah dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun.

Pasal 4
Pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 156a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa

Aturan khusus (Lex Specialis) yang dikesampingkan oleh JPU adalah Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut diatas,dimana di dalam pasal tersebut secara nyata dan tegas dinyatakan behawa :
Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri Agama, menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.

Tuduhan yang ditujukan kepada Basuki Tjahaja Purnama  (Ahok) yang mana telah melakukan Penistaan Agama tertentu dimuka umum yang terjadi pada hari Selasa 27 September 2016 di Kepulauan Seribu tidak pernah diselesaikan dengan menerapkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1 tahun 1965 tersebut, dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama  (Ahok) tidak pernah mendapat Peringatan Keras untuk menghentikan perbuatannya didalam Keputusan Bersama Menteri Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, yang terjadi adalah Basuki Tjahaja Purnama  (Ahok) diadili oleh Demonstran dari kelompok tertentu yang dapat dikatakan sebagai peradilan jalanan, dan hingga akhirnya Basuki Tjahaja Purnama  (Ahok) harus diseret ke rana hukum pidana dengan tuduhan Penistaan Agama tertentu, tanpa mendapat Peringatan Keras sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang RI No.1 Tahun 1965 Pasal 2 ayat (1) tersebut., itu sebabnya Dakwaan JPU secara nyata sangat prematur karena telah melanggar asas hukum Lex Specialis Derogat Lex Generalis, dengan mengesampingkan aturan khusus (Lex Specialis) dan langsung meloncat kepada aturan umum (Lex Generalis) Pasal 156a KUHP.

Pasal 156a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Kepolisian telah melakukan penyelidikkan, penyidikkan dan menjerat Ahok dengan Pasal 156a KUHP meskipun tidak melakukan penahanan terhadap Ahok, selanjutnya proses penyerahan berkas perkara ke Kejaksaan dan selanjutnya menyerahkan Ahok ke Kejaksaan sebagai Tersangka dengan tuduhan penistaan agama tertentu, hingga berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum, hingga akhirnya Selasa, 13 Desember 2016 Ahok menjadi pesakitan dan dihadapkan ke persidangan di Pengadilan Negeri jakarta Utara, menurut pandangan penulis Kepolisian juga tidak memperhitungkan Pasal 2 ayat (1) UU RI No.1 Tahun 1965;


Dakwaan JPU kabur tidak jelas (Obscuur Libel). Surat dakwaan tidak menjelaskan adanya akibat yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam dakwaan juga tidak dijelaskan siapa sebenarnya subjek korban, atau siapa yang menjadi korban akibat perbuatan Ahok.  Pasal 156 KUHP huruf a dan b merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, huruf a adalah perbuatan pidana, sementara huruf b merupakan akibat dari perbuatan dari huruf a. "Sementara dalam surat dakwaan tidak dijelaskan adanya akibat dan perbuatan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yaitu adanya orang tidak menganut agama juga yang bersendikan Ketuhanan yang Maha Esa.

Seiring dengan adanya kelompok demonstran dan atau organisasi yang secara terang menyatakan perang terhadap perbuatan Ahok. Juga muncul gerakan oknum atau kelompok tertentu yang bersiasat hendak melakukan perbuatan Makar membangkan terhadap pemerintah, bangsa dan negara, yang secara khusus ingin menumbangkan pemerintah dibawa pimpinan Joko Widodo, dan secara umum berdampak kepada kehancuran NKRI. Mereka itu bukanlah Subjek korban dari perbuatan Ahok,, mereka hanya sepelintir anasir yang merasa kuat, hebat, ditengah bangsa ini, mereka sangat mencintai agamanya tetapi tidak pernah mengasihi dan mencinta sesamanya. Apakah itu esensi ajaran agama yang sebenarnya?

Dakwaan JPU secara keseluruhan harus ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Kasus/Perkara yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), karena Dakwaan JPU Prematur dan juga Kabur (Obscuur Libel) hal tersebut sangat diyakini setelah melihat dan atau mendengar Dakwaan JPU dalam dakwaannya dan juga Eksepsi tim PH Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)., Dasar hukum penolakan Dakwaan JPU sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang  : Hukum Acara Pidana (KUHAP)  Pasal 143 ayat (3) : "Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum";

Undang-Undang No. 8 Tahun 1981   Tentang   Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 143 :

(1)   Penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar. segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan;

(2)   Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi  : nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka; uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.

(3)   Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum;

(4)   Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.

Secara garis besar telah terjadi pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM) terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas penetapan dirinya sebagai Tersangka, Terdakwa, bahkan kedepan seiring berjalannya proses persidangan apakah Ahok akan ditetapkan sebagai Terpidana atau tidak semua keputusan ada di tangan yang mulia majelis hakim.

Demikianlah sedikit gambaran dari saya, kiranya bermanfaat bagi kita semua terlebih bermanfaat bagi para pencari keadilan #BarvoLemsiham#