~HAVE A BLESSED & WONDERFUL DAY BLOGGER~

10 Agu 2012

KODE ETIK PROFESI ADVOKAT

Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA)

Pendahuluan

Keberadaan Undang-undang Advokat Nomor: 18 tahun 2003 merupakan sejarah baru bagi penegakan hukum di Indonesia, terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, maka sebagai advokat maupun calon advokat patut kiranya kita syukuri. Sebelum lahirnya Undang-undang advokat tersebut, penegakan kode etik advokat di Indonesia sangatlah sulit. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya organisasi advokat yang masing-masing memiliki kode etik sendiri yang tidak seragam dengan kode etik organisasi advokat lainnya. Kemudian dengan lahirnya undang-undang advokat, maka Kode Etik Advokat Indonesia sudah sama serta adanya kewajiban bagi setiap advokat menjadi anggota organisasi advokat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Keberadaan Kode Etik Advokat Indonesia yang digunakan sekarang tidaklah cukup sampai disitu. Karena aturan yang ada dalam kode etik tersebut masih memerlukan suatu piranti khusus bila terjadi  pelanggaran atas Kode Etik yang dilakukan oleh seorang advokat. Oleh karena itu diperlukan adanya  suatu Dewan Kehormatan yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat.

Dewan Kehormatan memegang peranan yang sangat penting demi peningkatan citra serta martabat profesi advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile).

 DEWAN KEHORMATAN

 Dewan kehormatan Advokat dibentuk oleh organisasi Profesi Advokat (Pasal 27 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003). Setelah terbentuknya Peradi  oleh 8 (delapan) organisasi pendiri, maka Dewan Kehormatan yang diamaksud disisni adalah Dewan Kehormatan yang dibentuk oleh Peradi sebagai satu-satunya wadah tunggal Profesi Advokat sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.

Pasal 26 ayat (5) Undang-undang Tentang Advokat, menyatakan bahwa Dewan Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode etik profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi advokat.

Ketentuan Umum Menegenai Dewan Kehormatan diatur dalam BAB IX Pasal 10 Kode Etik Advokat Indonesia, yang antara lain menyebutkan bahwa:

1.    Dewan Kehormatan memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Advokat.
2.    Pemeriksaan suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
a.     Tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
b.    Tingkat Dewan Kehormatan Pusat.

3.    Dewan Kehormatan Cabang/Daerah memeriksa pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat terakhir.

4.    Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan kepada:
a.     Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
b.    Dewan Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana teradu sebagai anggota.
c.     Pengadu/Teradu.



PENGADUAN

 Pasal 11 Kode Etik advokat Indonesia lebih jauh mengatur mengenai pengaduan.
1.    Pengaduan dapat dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu:
a.     Klien
b.    Teman sejawat Advokat
c.     Pejabat pemerintah
d.    Anggota Masyarakat
e.     Dewan Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dan organisasi profesi dimana teradu menjadi anggota.

2.    Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga bertindak sebagai pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan yang dipersamakan untuk itu.

3.    Pengaduan yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran Kode Etik Advokat.


TATA CARA PENGADUAN

 Bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan merasa dirugikan oleh seorang Advokat, di dalam Pasal 12 Kode Etik Advokat Indonesia mengatur mengenai Tata Cara Pengaduan, yaitu:

1.    Pengaduan terhadap Advokat sebagai Teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Pusat dimana teradu menjadi anggota.

2. Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/ Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.

3.    Bilamana Pengaduan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang/ Daerah meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memriksa pengaduan itu.

4.    Bilamana pengaduan itu disampaikan kepada Dewan Pimpinan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memeriksa pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Pimpinan Cabang/Daerah.

Kode Etik Advokat Indonesia dalam Pasal 13 mengatur mengenai tata cata Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, sebagai berikut:

1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima pengaduan tertulis yang disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu, menyampaikan pemberitahuan selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari dengan surat kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.

2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 hari pihak teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan Cabang/ daerah yang bersangkutan disertai surat-surat bukti yang dianggap perlu.

3.  Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari tersebut teradu tidak memberikan jawaban tertulis, Dewan Kehormatan Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan tersebut ia tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak jawabnya.

4.    Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban sebagaimana di atur di atas dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya. Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran pihak-pihak yang bersangkutan.

5.    Dalam hal jawaban yang diadukan telah diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan panggilan secara patut kepada pengadu dan kepada teradu untuk hadir dipersidangan yang telah ditetapkan tersebut.

6.    Panggilan-panggilan tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7.    Pengadu dan Teradu:
a.     Harus hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasihat.
b.    Berhak untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti.

8.    Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak:
a.     Dewan Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b.  Perdamaian hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk kepentingan pengadu dan teradu tidak punya kaitan langsung dengan kepentingan organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali pengaduannya atau dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
c.     Kedua belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi akan di dengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah.

9.    Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah satu pihak tidak hadir:
a.     Sidang ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat b elas) hari  denngan memanggil pihak yang tidak hadir secara patut.
b.    Apabila pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang tidak sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan lagi atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah berpendapat bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan organisasi.
c.     Apabila teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.
d.    Dewan berwenang untuk memberikan keputusan diluar hadirnya yang teradu, yang mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.

SIDANG DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH

Hal ini diatur dalam Pasal 14 Kode Etik Profesi Advokat Indonesia yaitu :

1.    Dewan kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil;

2.    Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai Kode Etik Advokat.

3.    Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan Kehormatan Cabang/Daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya yang tertua.

4.    Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan Kehormatan diwajibkan membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara itu.

5.    Sidang-sidang dilakukan tertutup, sedangkan keputusan diucapkan dalam sidang terbuka.



PENGAMBILAN KEPUTUSAN

 Pengambilan Keputusan oleh Majelis Dewan Kehormatan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Kode Etik Advokat Indonesia, antara lai dilakukan dengan cara :

1.    Setelah memeriksa dan mempertimbangkan pengaduan, pembelaan, surat-surat bukti dan ketrangan saksi-saksi, maka Majelis Dewan Kehormatan mengambil keputusan yang dapat berupa:
a.     Menyatakan pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b.    Menerima pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada teradu;
c.     Menolak pengaduan dari pengadu.

2.    Keputusan harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal Kode Etik yang dilanggar.

3.    Majelis Dewan Kehormatan mengambil Keputusan dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya telah memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan.

4.    Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan suara berhak mebuat catatan keberatan yang dilampirkan di dalam berkas perkara.

5.    Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua Anggota Majelis, yang apabila berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.

 SANKSI-SANKSI/HUKUMAN

 Terhadap pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh seorang Advokat yang perkaranya telah diperiksa dan diputus oleh Dewan Kehormatan melalui Majelis Dewan Kehormatan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Kode Etik Advokat Indonesia.

1.    Hukuman yang dijatuhkan dalam keputusan dapat berupa:
a.   Peringatan biasa.
b.   Peringatan keras
c.   Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu
d.    Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi.

2.    Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Advokat dapat dikenakan sanksi:
a.     Peringatan biasa bilamana pelanggarannya tidak berat;
b.    Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar Kode Etik dan atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan;
c.     Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati ketentuan Kode Etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa peringatan keras masih mengulangi melakukan pelanggaran kode etik.
d.    Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi yang mulia dan terhormat.

3.    Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi Advokat di luar maupun di muka pengadilan.

4.    Terhadap mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan atau pemecatan dari keanggotaan dari organisasi profesi  disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.

PENYAMPAIAN SALINAN KEPUTUSAN (Pasal 17 KEAI)

Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan kepada:

a.     Anggota yang diadukan/Teradu
b.    Pengadu
c.     Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dan semua organisasi profesi;
d.    Dewan Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
e.     Dewan Kehormatan Pusat;
f.      Instansi-instansi yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai keputusan yang pasti.

 PEMERIKSAAN TINGKAT BANDING
DEWAN KEHORMATAN PUSAT ( Pasal 18 KEAI)


1.    Apabila Pengadu atau Teradu tidak puas dengan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat.

2.    Pengajuan permohonan banding beserta memori banding yang sifatnya wajib, harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang bersangkutan menerima salinan keputusan tersebut.

3.    Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah menerima memori banding yang bersangkutan selaku pembanding selambat-lambatnyadalam waktu 14 hari sejak penerimaannya, mengirimkan salinannya melalui surat kilat khusu/tercatat kepada pihak lainnya selaku terbanding.

4.    Pihak Terbanding dapat mengajukan kontra memori banding selambat-lambatnya  dalam waktu 21 hari sejak penerimaan memori banding.


5.    Jika waktu yang ditentukan Terbanding tidak menyampaikan kontra memori banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.

6.    Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada Dewan Kehormatan Pusat.

7.    Pengajuan permohonan banding menyebabkan ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.

Semua Ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah mutatis mutandis berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat (Pasal 18 ayat (13) KEAI)
Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) 2009
Mata Ajar :  Kode Etik Profesi Advokat
Oleh :   Abdul Kadir, S.H (Ketua PERADI Batam)