Setelah
mengikuti persidangan Basuki Tjahaja Purnama(Ahok) hari ini Selasa,13
Desember 2016 dengan agenda sidang Pembacaan Dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum)
dilanjutkan dengan Pembacaan Eksepsi dari Tim PH (Penasihat Hukum) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Penulis sangat setuju
dengan pendapat Tim PH Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Adapun alasan-alasan kuat yang meyakini bahwa Dakwaan JPU harus ditolak oleh Majelis Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Perkara Pidana Penistaan Agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah sebagai berikut :
Adapun alasan-alasan kuat yang meyakini bahwa Dakwaan JPU harus ditolak oleh Majelis Hakim Yang Memeriksa dan Mengadili Perkara Pidana Penistaan Agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah sebagai berikut :
Dakwaan JPU Prematur karena telah mengabaikan asas hukum Lex Specialis Derogat Legi Generali (Lex Specialis derogat lex generalis). Dakwaan JPU secara nyata mengesampingkan aturan khusus (Lex specialis) yaitu : Undang-Undang No.1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalagunaan Dan/Atau Penodaan Agama (PNPS). Dimana Pasal 1, Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 4 Undang-Undang No.1 Tahun 1965 tersebut secara tegas menyatakan :
Pasal 1
Setiap orang
dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan dan
mengusahakan dukungan umum, untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama
yang dianut di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang
menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan dari pokok-pokok ajaran agama itu.
Pasal 2
Barang siapa
melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras
untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri
Agama, menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Apabila
pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau sesuatu
aliran kepercayaan, maka Presiden Republik Indonesia dapat membubarkan organisasi
itu dan menyatakan organisasi atau aliran tersebut sebagai organisasi/aliran
terlarang, satu dan lain setelah Presiden mendapat pertimbangan dari Menteri
Agama, Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Pasal 3
Apabila, setelah
dilakukan tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri/Jaksa Agung dan
Menteri Dalam Negeri atau Presiden Republik Indonesia menurut ketentuan dalam
pasal 2 terhadap orang, organisasi atau aliran kepercayaan, mereka masih terus
melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal 1, maka orang, penganut, anggota
dan/atau anggota pengurus organisasi yang bersangkutan dari aliran itu dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun.
Pasal 4
Pada Kitab
Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 156a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa
dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
yang pada
pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia; dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama
apapun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa
Aturan khusus (Lex Specialis) yang dikesampingkan oleh JPU adalah Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut diatas,dimana di dalam pasal tersebut secara nyata dan tegas dinyatakan behawa :
Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri Agama, menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Barang siapa melanggar ketentuan tersebut dalam pasal 1 diberi perintah dan peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya itu di dalam suatu keputusan bersama menteri Agama, menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri.
Tuduhan
yang ditujukan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang mana telah melakukan
Penistaan Agama tertentu dimuka umum yang terjadi pada hari Selasa 27 September
2016 di Kepulauan Seribu tidak pernah diselesaikan dengan menerapkan Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang No.1 tahun 1965 tersebut, dalam hal ini Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak pernah mendapat Peringatan
Keras untuk menghentikan perbuatannya didalam Keputusan Bersama Menteri Agama,
Menteri/Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri, yang terjadi adalah Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diadili oleh Demonstran
dari kelompok tertentu yang dapat dikatakan sebagai peradilan jalanan, dan
hingga akhirnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) harus diseret ke rana
hukum pidana dengan tuduhan Penistaan Agama tertentu, tanpa mendapat Peringatan
Keras sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang RI No.1 Tahun 1965 Pasal 2
ayat (1) tersebut., itu sebabnya Dakwaan JPU secara nyata sangat prematur
karena telah melanggar asas hukum Lex Specialis Derogat Lex Generalis, dengan mengesampingkan aturan khusus (Lex Specialis) dan langsung meloncat kepada aturan umum (Lex Generalis) Pasal 156a KUHP.
Pasal 156a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
Pasal 156a Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan :
yang pada
pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama
yang dianut di Indonesia.
Kepolisian telah melakukan penyelidikkan, penyidikkan dan menjerat Ahok dengan Pasal 156a KUHP meskipun tidak melakukan penahanan terhadap Ahok, selanjutnya proses penyerahan berkas perkara ke Kejaksaan dan selanjutnya menyerahkan Ahok ke Kejaksaan sebagai Tersangka dengan tuduhan penistaan agama tertentu, hingga berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum, hingga akhirnya Selasa, 13 Desember 2016 Ahok menjadi pesakitan dan dihadapkan ke persidangan di Pengadilan Negeri jakarta Utara, menurut pandangan penulis Kepolisian juga tidak memperhitungkan Pasal 2 ayat (1) UU RI No.1 Tahun 1965;
Kepolisian telah melakukan penyelidikkan, penyidikkan dan menjerat Ahok dengan Pasal 156a KUHP meskipun tidak melakukan penahanan terhadap Ahok, selanjutnya proses penyerahan berkas perkara ke Kejaksaan dan selanjutnya menyerahkan Ahok ke Kejaksaan sebagai Tersangka dengan tuduhan penistaan agama tertentu, hingga berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum, hingga akhirnya Selasa, 13 Desember 2016 Ahok menjadi pesakitan dan dihadapkan ke persidangan di Pengadilan Negeri jakarta Utara, menurut pandangan penulis Kepolisian juga tidak memperhitungkan Pasal 2 ayat (1) UU RI No.1 Tahun 1965;
Dakwaan JPU kabur tidak jelas (Obscuur Libel). Surat dakwaan tidak menjelaskan adanya akibat yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dalam dakwaan juga tidak dijelaskan siapa sebenarnya subjek korban, atau siapa yang menjadi korban akibat perbuatan Ahok. Pasal 156 KUHP huruf a dan b merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, huruf a adalah perbuatan pidana, sementara huruf b merupakan akibat dari perbuatan dari huruf a. "Sementara dalam surat dakwaan tidak dijelaskan adanya akibat dan perbuatan yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), yaitu adanya orang tidak menganut agama juga yang bersendikan Ketuhanan yang Maha Esa.
Seiring dengan adanya kelompok demonstran dan atau
organisasi yang secara terang menyatakan perang terhadap perbuatan Ahok. Juga muncul gerakan oknum atau kelompok tertentu yang bersiasat hendak
melakukan perbuatan Makar membangkan terhadap pemerintah, bangsa dan negara,
yang secara khusus ingin menumbangkan pemerintah dibawa pimpinan Joko Widodo,
dan secara umum berdampak kepada kehancuran NKRI. Mereka itu bukanlah Subjek
korban dari perbuatan Ahok,, mereka hanya sepelintir anasir yang merasa
kuat, hebat, ditengah bangsa ini, mereka sangat mencintai agamanya tetapi tidak
pernah mengasihi dan mencinta sesamanya. Apakah itu esensi ajaran agama yang
sebenarnya?
Dakwaan JPU secara keseluruhan harus
ditolak oleh Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili Kasus/Perkara yang
menjerat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), karena Dakwaan JPU Prematur dan juga
Kabur (Obscuur Libel) hal tersebut sangat diyakini setelah melihat dan atau
mendengar Dakwaan JPU dalam dakwaannya dan juga Eksepsi tim PH Basuki Tjahaja
Purnama (Ahok)., Dasar hukum penolakan Dakwaan JPU sebagaimana telah diatur
dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981 Tentang : Hukum Acara
Pidana (KUHAP) Pasal 143 ayat (3) : "Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum";
Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 143 :
(1)
Penuntut umum
melimpahkan perkara ke pengadilan negeri dengan permintaan agar. segera
mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan;
(2)
Penuntut umum
membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi : nama lengkap, tempat lahir, umur atau
tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan
tersangka; uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang
didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
(3)
Surat dakwaan
yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal
demi hukum;
(4)
Turunan surat
pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau
kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan
penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.
Secara garis besar telah terjadi pelanggaran Hak Asasi manusia (HAM) terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) atas penetapan dirinya sebagai Tersangka, Terdakwa, bahkan
kedepan seiring berjalannya proses persidangan apakah Ahok akan ditetapkan
sebagai Terpidana atau tidak semua keputusan ada di tangan yang mulia majelis
hakim.
Demikianlah sedikit gambaran dari saya, kiranya bermanfaat bagi kita semua terlebih bermanfaat bagi para pencari keadilan #BarvoLemsiham#