READING
REPORT I
(Laporan
Bacaan I)
Oleh
: Yulmia Makawekes
Nama
Buku :
Pudarnya
Kebenaran Membela Kekristenan
Terhadap
Tantangan Post Modernisme
Pengarang
:
Douglas
Groothuis
Setelah
saya membaca buku Pudarnya
Kebenaran Membela Kekristenan Terhadap Tantangan Post Mordernisme, karangan Douglas Groothuis. Saya menemukan fakta-fakta bahwa
Pudarnya Kebenaran Membela Kekristenan Terhadap Tantangan Post Mordernisme,
disebabkan oleh beberapa faktor., antara lain :
1. Visi
abad Pencerahan yang mau memakai kekuatan akal manusia di dalam mengejar
pengetahuan universal dan penguasaan teknis atas dunia ini telah gagal.
Ideologi kemajuan tidak menepati janji-janji manisnya. Modernisme telah
dikalahkan postmodernisme, yang menurut Jean-François Lyotard, dicirikan oleh
“ketidakpercayaan pada metanarasi,”
2. Situasi sosial dari masyarakat yang hidup di lingkungan kosmopolitan yang dipenuhi
media menyebabkan wawasan dunia yang tunggal tak dimungkinkan. Ide menemukan kebenaran objektif di tengah-tengah zaman informasi / Internet merupakan ilusi utopis dan harus ditinggalkan.
3. Keragaman
perspektif religius dan filosofis yang tersedia bagi orang banyak pada saat ini
membuat ide tentang satu agama atau filsafat yang benar secara mutlak, tak bisa
diterima. Ada banyak cara untuk mengetahui dan ada banyak perspektif yang bisa
dianut. Maka agama-agama tradisional harus memperlonggar genggaman dogmatis mereka dan memberikan tempat
bagi begitu banyak ragam spiritualitas,yang beberapa di antaranya merupakan
tiruan dari beberapa tradisi religious.
4. Lingkungan
kita yang kosmopolitan dan pluralistis tidak mengizinkan identitas
pribadi yang tetap atau satu jalan terbaik untuk hidup. Identitas
haruslah cair dan fleksibel, agar bisa sesuai dengan ciri-ciri budaya
postmodern. Tak ada kebenaran final tentang bagaimana manusia seharusnya
menjadi, kita hanya perlu bereksperimen, beradaptasi, dan menyesuaikan
diri.
5. Bahasa
merupakan ciptaan manusia yang kontingen. Bahasa tidak bisa merepresentasikan
satu pun realitas yang diketahui secara objektif. Penanda ( signifier) tak bisa
berhubungan dengan realitas yang ditandakan (signified). Selain itu, bahasa
menciptakan perasaan kita akan realitas; bahasa tidak bisa mendeskripsikan
realitas yang terpisah dari bahasa itu sendiri. Apakah kebenaran merupakan
sepasukan metafora, metonim, dan antropomorfisme, pendek kata, keseluruhan
hubungan manusia yang telah ditingkatkan mutunya, diubahkan, dan diperindah
secara puitis dan retoris, dan yang setelah dipakai untuk waktu yang lama,
menjadi kuat, kanonis, dan wajib bagi satu masyarakat: kebenaran merupakan
ilusi di mana orang telah lupa bahwa ia sebenarnya hanya ilusi; yaitu metafora
yang telah usang dan tanpa kekuatan daya tarik; koin yang telah kehilangan
gambar cetakan-nya dan sekarang tampak seperti kepingan logam, bukan koin lagi.
6. Teks-teks
yang tertulis tidak memiliki sebuah makna atau nilai kebenaran tertentu,
unggal, dan yang bisa diketahui. Dokumen buatan manusia menolak interpretasi
definitif dan harus dibebaskan dari penjara objektivitas. Sebagai
dekonstruksionis pertama, Jacques Derrida tersohor dengan Makna yang
dimaksudkan penulis tidak dapat membatasi makna dari teks tertentu. Makna yang
ada sama banyaknya dengan jumlah pembacanya, dan tak seorang pembaca pun yang
interpretasinya dapat lebih dibenarkan dibandingkan dengan pembaca lain.
7. Kebenaran bukan dihasilkan dari bukti yang bisa diuji kebenarannya atau logika yang benar, melainkan dihasilkan dari hubungan-hubungan kekuasaan yang berkedok netral dalam memaksakan keteraturan. Netralitas dan objektivitas merupakan hal yang
mustahil dalam sains, politik, atau upaya-upaya lainnya. Semua
klaim pengetahuan menudungi sistem yang sangat halus dari hubungan-hubungan kekuasaan dan
transaksi-transaksi yang ada di mana-mana.