A. HILLARY K CHIMEZIE. Pemilik 5,8 kilogram heroin
Terpidanan Mati Hillary K Chimezie warga
negara Nigeria pemilik 5,8 kilogram
heroin, telah diubah
hukumannya dari Hukuman Mati menjad 12 (dua belas) tahun penjara oleh Majelis
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI melalui Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 45 PK/Pid.Sus/2009 pada hari
Rabu tanggal 06 Oktober 2010.,
Majelis Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI membatalkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor:
643 K/Pid.Sus /2009, dan membebaskan warga Nigeria Hillary
K Chimezie dari
Hukuman Mati dan mengubahnya menjadi hukuman pidana 12 (dua belas) tahun
penjara.
Dalam
salah satu pertimbangannya di halaman 105 Majelis Peninjauan Kembali memberikan
pertimbangan sebagai berikut : "Bahwa
terlepas dari semua uraian-uraian tersebut di atas, mengenai amar putusan Judex
Juris terhadap Terdakwa (Pemohon Peninjauan Kembali) dengan (berupa) hukuman
mati , majelis akan memberikan pertimbangan sebagai berikut" :
"Bahwa hukuman mati sangat bertentangan dengan ketentuan
dalam pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 (Setiap orang berhak untuk hidup
serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya) selain itu bertentangan
pula dengan Pasal 1 ayat (1) jo . Pasal 4 Undang-Undang No.39/1999 tentang Hak Azasi Manusia, 10 Declaration of Human Right article 3: "Everyone Has The Right Of Life,
Liberty And Security Of Person", artinya : "Setiap Orang Berhak Atas
Kehidupan, Kebebasan Dan Keselamatan Sebagai Individu",
Menimbang,
bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Peninjauan
Kembali berpendapat bahwa telah cukup alasan untuk mengabulkan permohonan
Peninjauan Kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali : HILLARY K. CHIMEZIE
tersebut dan putusan Judex Juris / Mahkamah Agung (Nomor: 643 K/Pid.Sus /2009) tidak dapat dipertahankan lagi sehingga harus
dibatalkan, dan Majelis Peninjauan Kembali akan mengadili kembali perkara ini
dengan amar sebagaimana tersebut di bawah ini,…dst
Terhitung kurang lebih 3 (tiga) bulan kemudian setelah Putusan terhadap Hillary
K Chimezie dari
Hukuman Mati dan mengubahnya menjadi hukuman pidana 12 (dua belas) tahun
penjara, Majelis Peninjauan Kembali menolak Permohonan Peninjauan Kembali Terpidana
Mati : AGUS HADI Als OKI dan PUJO LESTARI BIN KATENO., dengan putusan nomor
: 103 PK/Pid.Sus/2010. tanggal 13 Januari 2011,
kedua terpidana mati kasus narkoba tersebut saat ini di tahan di Lapas
Barelang Batam..,
B.
HANKY GUNAWAN. Pemilik Pabrik Ekstasi di Surabaya
Bahwa selanjutnya dalam
waktu kurang lebih 7 (tujuh) bulan
setelah Majelis
Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI
menolak Permohonan Peninjauan
Kembali Terpidana Mati : AGUS HADI Als OKI dan PUJO LESTARI BIN
KATENO., maka pada
tanggal 16 Agustus 2011 Majelis
Peninjauan Kembali membebaskan pemilik
Pabrik Ekstasi di Surabaya Hanky
Gunawan dari Hukuman Mati diubah
Menjadi Hukuman Penjara 15 (Lima Belas) tahun melalui Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 39 PK/Pid.Sus/2011 pada hari
Selasa, tanggal 16 Agustus 2011.,
Didalam
pertimbangannya yang cukup singkat Majelis Peninjauan Kembali pada intinya
menyatakan bahwa pidana mati melanggar konstitusi, khususnya pasal 28 ayat (1)
yang mengatur tentang hak hidup, dimana menurut Majelis Peninjauan Kembali hak
hidup tersebut merupakan Hak Asasi Manusia yang tidak dapat dikurangi (Non
Derogable Right), tidak terkecuali oleh Putusan Hakim/Pengadilan. Atas dasar ini lah Majelis Peninjauan Kembali Mahkamah
Agung dalam Putusan Peninjauan Kembali-nya
menyatakan Majelis Kasasi Mahkamah Agung telah melakukan Kekhilafan Atau Kekeliruan
Yang Nyata; karena menurut Pertimbangan Hukum Majelis
Peninjauan Kembali Hukuman Mati bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) UUD 1945,
dan juga melanggar Pasal 4 UU No 39/1999 tentang HAM.
Keputusan
Majelis Peninjauan Kembali pada akhirnya membatalkan Putusan Kasasi, Majelis
Kasasi No.455 K/Pid.Sus/2007 tanggal 28 November 2007 dan
membebaskan Pemilik Pabrik Ekstasi, Hanky
Gunawan dari hukuman mati
dan mengubahnya menjadi hukuman penjara
15 (Lima belas) tahun.
Apabila didalam
kasus Hillary K Chimezie, pemilik
5,8 kilogram heroin, Seorang Gembong Narkoba Berkelas Internasional, dan juga
didalam Kasus Hanky Gunawan Pemilik
Pabrik Ekstasi di Surabaya, Majelis Peninjauan Kembali lebih mengedepankan
aspek Hak Asasi Manusia sebagaimana petikan Pertimbangan Hukum Majelis
Peninjauan Kembali yang telah kami sampaikan diatas, maka Pertimbangan Hukum yang sama seharusnya dapat
digunakan oleh Majelis Peninjauan Kembali
dalam memeriksa/meninjau kembali dan mengadili kembali perkara Terpidana Mati AGUS HADI Als OKI dan PUJO
LESTARI BIN KATENO, tersebut.,
Hillary K Chimezie, pemilik 5,8
kilogram heroin, seorang gembong narkoba berkelas Internasional bisa diubah
hukumannya dari Hukuman Mati menjadi
pidana penjara selama 12 (dua belas) tahun oleh Majelis Peninjauan Kembali, dan
Hanky Gunawan seorang Pemilik Pabrik
Ekstasi di Surabaya, bisa dibebaskan dari Hukuman Mati diubah menjadi Hukuman Penjara
selama 15 (Lima belas ) tahun, amatlah terlebih kedua Terpidana Mati yang
saatini ditahan di Lapas Barelang Batam, dimana kedua terpidana mati tersebut hanya
seorang kurir, kaum minoritas, yang hanya menerima upah dengan kisaran
pembayaran Rp.2.000.000,- (Dua juta rupiah) hingga Rp.Rp.5.000.000,-(Lima juta
rupiah).
Didalam
Kasus Hillary K Chimezie dan Hanky Gunawan, Majelis Penijauan
Kembali telah membatalkan Putusan Majelis Kasasi Mahkamah Agung sendiri, dan
membebaskan Hillary K Chimezie dari
hukuman mati dan mengubahnya menjadi pidana penjara selama 12 (dua belas)
tahun, (Putusan Mahkamah Agung RI Nomor
: 45 PK/Pid.Sus/2009 tanggal 06 Oktober 2010).
Serta
membebaskan Hanky Gunawan dari hukuman
mati dan mengubahnya menjadi pidana penjara selama 15 (lima belas) tahun,
(Putusan Mahkamah Agung RI Nomor : 39
PK/Pid.Sus/2011 tanggal 16 Agustus 2011)
Dari fakta hukum
tersebut diatas penulis berpendapat bahwa hukum dan keadilan tidak akan
ditemukan dinegeri ini bagi orang kecil, kaum minoritas yang tak sanggup
membeli hukum di negeri ini. Peninjauan Kembali
(PK) yang telah kami ajukan atas nama kedua terpidana mati tersebut diatas pada
tanggal 15 Desember 2014, bukan tanpa disertai bukti baru (Novum), akan tetapi
dengan jelas ada keadaan baru yang bisa dijadikan sebagai bukti baru (Novum) dalam
bentuk Surat Pernyataan yang ditulis
sendiri oleh SURYANTO Als ATIONG sebagai orang yang telah menyuruh kedua Terpidana Mati
tersebut untuk menjemput barang yang sama sekali tidak diketahui oleh kedua
terpidana mati tersebut., dimana dengan adanya Novum tersebut kemungkinan besar
dapat menolong membebaskan kedua Terpidana Mati tersebut dari hukuman mati, dan
sangat berharap Majelis Hakim PK dapat mengubah hukuman kedua terpidana mati
tersebut menjadi hukuman pidan penjara.
Selain hal tersebut diatas bahwa Memori Peninjauan Kembali (PK) yang telah kami
ajukan secara hukum telah mempunyai dasar hukum yang kuat.
Dasar Hukum
Permohonan Peninjauan Kembali :
A.
Bahwa berdasarkan
ketentuan dalam Pasal 263 KUHAP berbunyi sebagai berikut :
1)
Terhadap putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
2)
Permintaan peninjauan kembali
dilakukan atas dasar :
a.
Apabila terdapat keadaan baru yang
menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu
sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas
dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima
atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b.
Apabila dalam pelbagai putusan
terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan
sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata
telah bertentangan satu dengan yang lain;
c.
Apabila putusan itu dengan jelas
memperlihatkan suatu kekhiIafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata;
B. Bahwa berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi 34/PUU-XI/2013 tanggal 06 Maret 2014, dengan
amar Putusan berbunyi :
1.
Mengabulkan
permohonan para Pemohon :
1.1. Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
1.2. Pasal 268 ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
2.
Memerintahkan
pemuatan putusan ini dalam
Berita Negara Republik
Indonesia sebagamana mestinya;
Akan
tetapi kenyataan yang terjadi bahwa PK (Peninjauan Kembali) yang diajukan oleh
kedua terpidana mati tersebut melalui kami selaku para Penasihat Hukum mereka,
ditolak oleh Majelis Hakim Peninjauan
Kembali (PK) dengan alasan tidak memenuhi standar SEMA No 07 Tahun 2014. Dimana setelah dipelajari sema tersebut
dibuat secara mendadak oleh Mahkamah Agung RI, demi menolak semua PK yang
diajukan oleh para Pengacara Terpidana Mati Narkoba diseluruh Indonesia.,
termasuk juga penolakan terhadap PK Terpidana Mati Bali Nine’s melalui
Penasihat HukumnyaTodung Mulya Lubis, dan beberapa PK lainnya. Pada
akhirnya Menkumham mendesak Mahkamah Agung RI untuk segera mencabut SEMA No 07
Thn 2014, akan tetapi sampai saat ini, kepastian dan atau legitimasi hukum SEMA
tersebut tidak jelas, dan MA RI masih
tetap bersikeras untuk menjalankan SEMA No 07 tersebut. Perlu dicatat bahwa kedudukan SEMA 07 thn 2014
lebih tinggi dari putusan Mahkamah
Konstitusi 34/PUU-XI/2013
tanggal 06 Maret 2014.
Fakta hukum ini menjadi pelajaran yang sangat
berharga bagi para pemerhati hukum di Indonesia, dan juga tentunya menjadi pelajaran
yang sangat berharga bagi para pencari keadilan hukum, para aparat penegak hukum,
dan juga tentunya bagi para advokat, pengacara yang sering berkecimpung dalam pembelaan
hak asasi manusia. (#bravo lemsiham btm 2015)