Gan Pradana
10 Jul 2014 | 11:33
BAPAK Harry Tanoesudibyo yang kami kasihi. Syalom.
Berhubung
secara pribadi saya tidak mengenal Bapak, maka izinkanlah saya menulis surat
terbuka kepada Bapak melalui Kompasiana, sehingga siapa pun bisa mengetahui,
karena menurut saya apa yang tertuang di dalam surat ini tidak ada yang perlu
dirahasiakan, dan karenanya juga perlu diketahui oleh masyarakat, termasuk
orang-orang di sekitar Bapak.
Surat
terbuka ini saya tulis juga dilatarbelakangi pemahaman saya bahwa setelah
terjun ke dunia politik, Bapak sudah memiliki “roh” demokrasi, sehingga
siap menerima berbagai masukan dari siapa pun dengan lapang dada. Apalagi saya
juga tahu bahwa Bapak adalah seorang Kristiani yang setiap saat dan waktu diajarkan
oleh Kristus bagaimana menyebarkan KASIH dan DAMAI.
Sebagaimana
Bapak dan masyarakat ketahui, pemilihan presiden telah berlangsung pada hari
Rabu 9 Juli 2014, dan mayoritas rakyat negeri ini memilih pasangan Bapak Jokowi
dan Jusuf Kalla masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden. Setidaknya
ini yang kami ketahui berdasarkan hasil hitung cepat (quick count) yang
dilakukan tujuh lembaga survei, termasuk RRI, lembaga milik pemerintah.
Benar,
hasil hitung cepat tidak bisa dijadikan indikator dan klaim atas sebuah
kemenangan dalam proses pemilihan presiden di negara mana pun. Kita tetap harus
menunggu keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tanggal 22 Juli nanti.
Rakyat
tentu berharap KEJUJURAN tetap dijunjung tinggi oleh para penyelenggara pilpres
sampai dengan 22 Juli nanti dan tidak mencoba-coba merekayasa hasil pilpres
semata-mata untuk memenangkan salah satu pasangan capres yang Bapak dukung,
lalu menafikan hasil hitung cepat tujuh lembaga survei lain.
Tapi
tahukah Bapak (semoga Bapak tidak membutakan mata, telinga dan hati) bahwa
masyarakat kini “terpecah” (semoga dugaan saya salah), karena capres yang Bapak
dukung tidak rela menerima fakta yang terjadi dan kemudian “membakar” para
pendukungnya (termasuk Bapak) untuk melakukan perlawanan dan tidak mempercayai
hasil survei dan hitung cepat.
Seperti
Bapak ketahui, beliau berorasi dan disiarkan televisi milik teman Bapak bahwa
beliau mengklaim kemenangan berdasarkan hasil hitung cepat dari lembaga survei
yang salah di antaranya adalah IRC (Indonesia Research Center) yang Bapak
danai.
Agak
membingungkan memang, di satu sisi beliau mengatakan “jangan percaya dengan
quick count dan tunggu pengumuman KPU”, tapi di sisi lain beliau mengklaim
“menang” dengan mengacu kepada tiga lembaga survei yang mungkin disewa oleh
Bapak atau mungkin kawan-kawan Bapak.
Bapak
Harry Tanoe yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus.
Coba
renungkan dengan hati yang paling dalam, andai saja tiga lembaga survei – satu
di antaranya IRC milik Bapak – menjunjung tinggi profesionalisme dan menyajikan
fakta hitung cepat apa adanya tanpa rekayasa, akankah terjadi seperti ini
(masyarakat terbelah menjadi dua), hanya gara-gara capres yang Bapak dukung
ingin mewujudkan ambisinya menjadi presiden?
Saya
tetap berprasangka baik bahwa beliau tidak mempunyai permintaan khusus atau
memaksa agar lembaga survei yang Bapak biayai dan dua lainnya memenangkannya
sebagai presiden dan akhirnya menghalalkan segala cara.
Jika
memang dugaan dan prasangka baik saya benar, maka saya justru menaruh iba
kepada beliau, sebab beliau telah Bapak manfaatkan sebagai “boneka” untuk
mewujudkan keinginan dan motif terselubung mengapa Bapak mati-matian
mendukungnya sebagai capres dan memaksakan diri harus keluar sebagai pemenang?
Benar,
Pak, saya kasihan melihat Bapak Prabowo yang sepertinya begitu terkesima dengan
hasil hitung cepat lembaga survei kepunyaan Bapak. Jika kemudian beliau
bertahan dan mempertahankan “kemenangan” dengan hasil hitung cepat itu
dan kini menganggap Bapak Jokowi sebagai lawan, maka menurut saya yang berdosa
(maaf) adalah Bapak yang telah menghalalkan segala cara itu.
Dari
berbagai informasi, saya akhirnya menjadi tahu bahwa Bapak adalah seorang
Kristen yang taat dan baik. Bapak juga kerap berderma untuk pembangunan
sejumlah tempat ibadah (gereja).
Karena
Bapak setia kepada Kristus, maka Bapak meraih kesuksesan yang luar biasa,
antara lain merajai dunia media massa di MNC Group. Dalam soal ini saya beriman
seperti Bapak bahwa orang Kristen – apalagi penganut aliran Kharismatik seperti
Bapak – harus menjadi kepala, bukan ekor.
Saya
sangat paham, dengan iman seperti itulah, maka Bapak terjun ke dunia politik
dan kemudian bergabung ke Partai NasDem. Tapi sebagai sesama Kristen, saya
menyesalkan dengan sikap keterburu-buruan Bapak yang ingin menjadi ketua umum
dan mengabaikan peran Surya Paloh yang membidani lahirnya partai tersebut.
Dengan
mudah, masyarakat membaca bahwa Bapak kecewa dengan Surya Paloh, lalu dengan
begitu cepatnya Bapak berlabuh ke Partai Hanura dan mencalonkan diri sebagai
wapres mendampingi Bapak Wiranto.
Saya
sangat paham bahwa itu semua Bapak lakukan mungkin setelah Bapak -- mungkin
juga para hamba Tuhan -- mendengar suara Tuhan bahwa “inilah saatnya anak Tuhan
tampil memimpin Indonesia agar Injil terwartakan ke seluruh bumi, termasuk Indonesia.
Saatnya orang Kristen menjadi raja. Saatnya orang Kristen menjadi kepala, bukan
ekor.”
Ah,
Bapak, Tuhan rupanya belum berkenan, lalu Bapak dan para hamba Tuhan
menyimpulkan bahwa “itu sebagai ujian.” Partai Hanura kalah dalam pemilu
legislatif padahal partai Bapak-lah yang paling gencar berpromosi/beriklan.
Demi
menjadi “kepala” agar menjadi “raja”, Bapak kemudian loncat dari Partai Hanura
ke Koalisi Merah Putih (Prabowo-Hatta). Saya percaya Bapak lakukan ini, karena
di dalam Alkitab ada tertulis bahwa anak-anak Tuhan harus bisa cerdik seperti
ular dan lembut seperti merpati.
Bapak,
saya juga beriman seperti itu. Tapi, maaf Pak HT, menurut saya “kecerdikan”
yang Bapak pakai dalam upaya Bapak masuk dalam sistem kekuasaan, menurut saya
sudah melewati hukum KASIH yang diajarkan Yesus Kristus.
Dalam
kasus dukungan Bapak kepada Pak Prabowo, termasuk kebijakan Bapak melalui
pemberitaan di media yang Bapak pimpin, baik cetak maupun elektronik – juga
manipulasi suara lewat lembaga survei IRC -- bukan lagi “cerdik” seperti
yang difirmankan dalam Alkitab, tapi sudah masuk dalam katagori perbuatan yang
tidak diperkenankan Allah.
Saya,
mungkin juga umat Kristiani lain di Indonesia, pasti mengasihi Bapak Prabowo
dan melupakan masa lalunya. Banyak di antara mereka yang pada Rabu 9 Juli
kemarin memilihnya tanpa melihat lagi jejak rekam sebelumnya, karena beriman,
Bapak Prabowo juga anak Tuhan yang harus dikasihi dan dicintai.
Oleh
sebab itu saya bisa memaklumi jika Bapak beriman bahwa partai-partai pendukung Pak
Prabowo yang notabene para anggotanya bukan Kristen, memang harus kita rangkul,
harus kita kasihi, bukan kita musuhi.
Tapi
jika tujuan mulia Bapak ini lantas Bapak wujudkan dengan cara-cara yang licik
dan curang, jangan salahkan saya jika saya meragukan kekristenan Bapak. Setahu
saya Yesus tidak pernah mengajarkan pekerjaan-pekerjaan yang Bapak lakukan
sekarang dengan memanfaatkan kekuatan sekaligus kelemahan Bapak Prabowo
Subianto.
Saya
berdoa agar bangsa ini tetap bersatu padu tanpa membeda-bedakan latar belakang
suku, agama, ras dan sebagainya. Saya percaya setiap hari Bapak punya doa yang
sama dengan doa saya dan juga doa yang diserukan rakyat Indonesia, tidak
Kristen, tidak juga Islam dan lainnya.
Kita
merindukan negeri ini punya pemimpin baru yang bersama rakyat membuka lembaran
baru untuk masa depan yang lebih baik dan sejahtera.
Saya
pikir, kita, termasuk Bapak pasti merindukan itu, bukan? Tanpa harus memberikan
dukungan yang membabi buta, Bapak sebenarnya sudah menjadi raja. Dengarlah
suara Tuhan, takutlah akan Dia.
Bapak
HT yang dikasihi Tuhan Yesus Kristus. Waktu berjalan demikian cepat, tapi juga
terasa lambat menunggu hasil penghitungan resmi KPU pada 22 Juli nanti.
Kewajiban kita untuk mengawal suara rakyat dan berdoa agar para penyelenggara pilpres
di KPU Daerah atau Pusat jujur dan takut akan Tuhan.
Pak
HT yang saya hormati dan kasihi. Kedamaian di negeri ini bisa terwujud melalui
keputusan dan panggilan Bapak sebagai anak Tuhan yang dijamin telah mendapat
keselamatan dan hidup kekal di sorga.
Berkat
Tuhan telah tercurah kepada Bapak dan keluarga Bapak (istri, anak-anak Bapak
dan ribuan karyawan Bapak). Bersyukurlah atas ini semua. Agar Bapak bisa
menjadi saksi Kristus yang tetap hidup di tengah dunia yang gelap ini, menurut
saya langkah bijak yang pasti diperkenankan Tuhan yang perlu Bapak ambil
adalah:
1.Tampillah
di televisi kepunyaan Bapak. Umumkan bahwa quick count IRC dan dua lainnya
adalah rekayasa yang dipaksakan untuk memenangkan salah satu capres.
2.Umumkan
bahwa Bapak menghormati hasil hitung cepat yang dilakukan tujuh lembaga survei
lain yang terbukti menghasilkan fakta bahwa pasangan Jokowi-JK unggul.
3.Ungkaplah
permintaan maaf kepada Bapak Prabowo, juga kepada masyarakat, termasuk kepada
pasangan Bapak Jokowi-Jusuf Kalla.
4.Umumkan
bahwa Bapak akan bersikap netral, tidak akan mendukung kubu Bapak Prabowo atau
kubu Bapak Jokowi-Jusuf Kalla.
Saya
percaya jika Bapak lakukan itu, Yesus akan tersenyum melihat keberanian Bapak.
Belum ada kata terlambat. Jika Bapak lakukan ini, maka sesungguhnya Bapak telah
menjadi garam dunia untuk bangsa Indonesia.
Peran
Bapak sebagai anak Tuhan sangat besar. Dengarlah bisikan Tuhan, jangan dengar
bisikan iblis yang kerap menyamar sebagai malaikat Tuhan. Saatnya Bapak dalam
pilpres ini sebagai raja dan kepala tanpa harus mengedepankan ambisi sebagai
penguasa dunia yang pasti sia-sia.
Salam dan doa kami untuk Bapak Harry
Tanoesudibyo
(Kompasiana Politik)
(Kompasiana Politik)
Jakarta, 10 Juli 2014
Gan Pradana