Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA)
Pendahuluan
Keberadaan Undang-undang Advokat Nomor: 18 tahun 2003 merupakan sejarah baru bagi penegakan hukum di Indonesia, terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, maka sebagai advokat maupun calon advokat patut kiranya kita syukuri. Sebelum lahirnya Undang-undang advokat tersebut, penegakan kode etik advokat di Indonesia sangatlah sulit. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya organisasi advokat yang masing-masing memiliki kode etik sendiri yang tidak seragam dengan kode etik organisasi advokat lainnya. Kemudian dengan lahirnya undang-undang advokat, maka Kode Etik Advokat Indonesia sudah sama serta adanya kewajiban bagi setiap advokat menjadi anggota organisasi advokat sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Keberadaan Kode Etik Advokat Indonesia yang digunakan sekarang tidaklah cukup sampai disitu. Karena aturan yang ada dalam kode etik tersebut masih memerlukan suatu piranti khusus bila terjadi pelanggaran atas Kode Etik yang dilakukan oleh seorang advokat. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu Dewan Kehormatan yang bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara-perkara yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap Kode Etik Advokat.
Dewan Kehormatan memegang peranan yang sangat penting demi peningkatan
citra serta martabat profesi advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile).
DEWAN
KEHORMATAN
Dewan kehormatan Advokat dibentuk oleh organisasi Profesi Advokat
(Pasal 27 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003). Setelah terbentuknya Peradi oleh 8 (delapan) organisasi pendiri, maka
Dewan Kehormatan yang diamaksud disisni adalah Dewan Kehormatan yang dibentuk oleh
Peradi sebagai satu-satunya wadah tunggal Profesi Advokat sebagaiamana dimaksud
dalam Pasal 28 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Pasal 26 ayat (5) Undang-undang Tentang Advokat, menyatakan bahwa Dewan
Kehormatan Organisasi Advokat memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode etik
profesi Advokat berdasarkan tata cara Dewan Kehormatan Organisasi advokat.
Ketentuan Umum Menegenai Dewan Kehormatan diatur dalam BAB IX Pasal 10 Kode
Etik Advokat Indonesia, yang antara lain menyebutkan bahwa:
1.
Dewan
Kehormatan memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik yang dilakukan
oleh Advokat.
2.
Pemeriksaan
suatu pengaduan dapat dilakukan melalui dua tingkat, yaitu:
a.
Tingkat
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
b.
Tingkat
Dewan Kehormatan Pusat.
3. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah memeriksa
pengaduan pada tingkat pertama dan Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat
terakhir.
4. Segala biaya yang dikeluarkan dibebankan
kepada:
a.
Dewan
Pimpinan Cabang/Daerah dimana teradu sebagai anggota pada tingkat Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah.
b.
Dewan
Pimpinan Pusat pada tingkat Dewan Kehormatan Pusat organisasi dimana teradu
sebagai anggota.
c.
Pengadu/Teradu.
PENGADUAN
Pasal 11 Kode Etik advokat Indonesia lebih
jauh mengatur mengenai pengaduan.
1. Pengaduan dapat dilakukan oleh pihak-pihak
yang berkepentingan dan merasa dirugikan, yaitu:
a.
Klien
b.
Teman
sejawat Advokat
c.
Pejabat
pemerintah
d.
Anggota
Masyarakat
e.
Dewan
Pimpinan Pusat/Cabang/Daerah dan organisasi profesi dimana teradu menjadi
anggota.
2. Selain untuk kepentingan organisasi, Dewan
Pimpinan Pusat atau Dewan Pimpinan Cabang/Daerah dapat juga bertindak sebagai
pengadu dalam hal yang menyangkut kepentingan hukum dan kepentingan umum dan
yang dipersamakan untuk itu.
3.
Pengaduan
yang dapat diajukan hanyalah yang mengenai pelanggaran Kode Etik Advokat.
TATA CARA PENGADUAN
Bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dan merasa dirugikan oleh
seorang Advokat, di dalam Pasal 12 Kode Etik Advokat Indonesia mengatur
mengenai Tata Cara Pengaduan, yaitu:
1.
Pengaduan
terhadap Advokat sebagai Teradu yang dianggap melanggar Kode Etik Advokat harus
disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan-alasannya kepada Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan Cabang/Daerah atau Dewan Pimpinan
Pusat dimana teradu menjadi anggota.
2. Bilamana di suatu tempat tidak ada Cabang/
Daerah Organisasi, pengaduan disampaikan kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah
terdekat atau Dewan Pimpinan Pusat.
3. Bilamana Pengaduan disampaikan kepada Dewan
Pimpinan Cabang/Daerah, maka Dewan Pimpinan Cabang/ Daerah meneruskannya kepada
Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk memriksa pengaduan itu.
4. Bilamana pengaduan itu disampaikan kepada
Dewan Pimpinan Pusat, maka Dewan Pimpinan Pusat/Dewan Kehormatan Pusat
meneruskannya kepada Dewan Kehormatan Cabang/Daerah yang berwenang untuk
memeriksa pengaduan itu baik langsung atau melalui Dewan Pimpinan
Cabang/Daerah.
Kode Etik Advokat Indonesia dalam Pasal 13 mengatur mengenai tata cata
Pemeriksaan Tingkat Pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, sebagai
berikut:
1. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah
menerima pengaduan tertulis yang disertai surat-surat bukti yang dianggap
perlu, menyampaikan pemberitahuan selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari dengan
surat kilat khusus/tercatat kepada teradu tentang adanya pengaduan dengan
menyampaikan salinan/copy surat pengaduan tersebut.
2. Selambat-lambatnya dalam waktu 21 hari pihak
teradu harus memberikan jawabannya secara tertulis kepada Dewan Kehormatan
Cabang/ daerah yang bersangkutan disertai surat-surat bukti yang dianggap
perlu.
3. Jika dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari
tersebut teradu tidak memberikan jawaban tertulis, Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah menyampaikan pemberitahuan kedua dengan peringatan bahwa apabila
dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal surat peringatan tersebut ia
tetap tidak memberikan jawaban tertulis, maka ia dianggap telah melepaskan hak
jawabnya.
4. Dalam hal teradu tidak menyampaikan jawaban
sebagaimana di atur di atas dan dianggap telah melepaskan hak jawabnya. Dewan
Kehormatan Cabang/ Daerah dapat segera menjatuhkan putusan tanpa kehadiran
pihak-pihak yang bersangkutan.
5. Dalam hal jawaban yang diadukan telah
diterima, maka Dewan Kehormatan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas)
hari menetapkan hari sidang dan menyampaikan panggilan secara patut kepada
pengadu dan kepada teradu untuk hadir dipersidangan yang telah ditetapkan
tersebut.
6.
Panggilan-panggilan
tersebut harus sudah diterima oleh yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga)
hari sebelum hari sidang yang ditentukan.
7.
Pengadu
dan Teradu:
a.
Harus
hadir secara pribadi dan tidak dapat menguasakan kepada orang lain, yang
dikehendaki masing-masing dapat didampingi oleh penasihat.
b.
Berhak
untuk mengajukan saksi-saksi dan bukti.
8. Pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah
pihak:
a.
Dewan
Kehormatan akan menjelaskan tata cara pemeriksaan yang berlaku;
b. Perdamaian
hanya dimungkinkan bagi pengaduan yang bersifat perdata atau hanya untuk
kepentingan pengadu dan teradu tidak punya kaitan langsung dengan kepentingan
organisasi atau umum, dimana pengadu akan mencabut kembali pengaduannya atau
dibuatkan akta perdamaian yang dijadikan dasar keputusan oleh Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah yang langsung mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
c.
Kedua
belah pihak diminta mengemukakan alasan-alasan pengaduannya atau pembelaannya
secara bergiliran, sedangkan surat-surat bukti akan diperiksa dan saksi-saksi
akan di dengar oleh Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah.
9. Apabila pada sidang yang pertama kalinya salah
satu pihak tidak hadir:
a.
Sidang
ditunda sampai dengan sidang berikutnya paling lambat 14 (empat b elas)
hari denngan memanggil pihak yang tidak
hadir secara patut.
b.
Apabila
pengadu yang telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak hadir tanpa alasan yang
tidak sah, pengaduan dinyatakan gugur dan ia tidak dapat mengajukan pengaduan
lagi atas dasar yang sama kecuali Dewan Kehormatan Cabang/ Daerah berpendapat
bahwa materi pengaduan berkaitan dengan kepentingan umum atau kepentingan
organisasi.
c.
Apabila
teradu telah dipanggil sampai 2 (dua) kali tidak datang tanpa alasan yang sah,
pemeriksaan diteruskan tanpa hadirnya teradu.
d.
Dewan
berwenang untuk memberikan keputusan diluar hadirnya yang teradu, yang
mempunyai kekuatan yang sama seperti keputusan biasa.
SIDANG
DEWAN KEHORMATAN CABANG/DAERAH
Hal ini diatur dalam Pasal 14 Kode Etik Profesi Advokat Indonesia yaitu
:
1. Dewan kehormatan Cabang/Daerah bersidang dengan
Majelis yang terdiri sekurang-kurangnya atas 3 (tiga) orang anggota yang salah satu merangkap sebagai Ketua
Majelis, tetapi harus selalu berjumlah ganjil;
2. Majelis dapat terdiri dari Dewan Kehormatan
atau ditambah dengan Anggota Majelis Kehormatan Ad Hoc yaitu orang yang
menjalankan profesi dibidang hukum serta mempunyai pengetahuan dan menjiwai
Kode Etik Advokat.
3. Majelis dipilih dalam rapat Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah yang khusus dilakukan untuk itu yang dipimpin oleh Ketua Dewan
Kehormatan Cabang/Daerah atau jika ia berhalangan oleh anggota Dewan lainnya
yang tertua.
4. Setiap dilakukan persidangan, Majelis Dewan
Kehormatan diwajibkan membuat atau menyuruh membuat berita acara persidangan
yang disahkan dan ditandatangani oleh Ketua Majelis yang menyidangkan perkara
itu.
5. Sidang-sidang dilakukan tertutup, sedangkan
keputusan diucapkan dalam sidang terbuka.
PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Pengambilan Keputusan oleh Majelis Dewan Kehormatan sebagaimana diatur
dalam Pasal 15 Kode Etik Advokat Indonesia, antara lai dilakukan dengan cara :
1. Setelah memeriksa dan mempertimbangkan
pengaduan, pembelaan, surat-surat bukti dan ketrangan saksi-saksi, maka Majelis
Dewan Kehormatan mengambil keputusan yang dapat berupa:
a.
Menyatakan
pengaduan dari pengadu tidak dapat diterima;
b.
Menerima
pengaduan dari pengadu dan mengadili serta menjatuhkan sanksi-sanksi kepada
teradu;
c.
Menolak
pengaduan dari pengadu.
2. Keputusan harus memuat
pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasarnya dan menunjuk pada pasal-pasal
Kode Etik yang dilanggar.
3. Majelis Dewan Kehormatan mengambil Keputusan
dengan suara terbanyak dan mengucapkannya dalam sidang terbuka dengan atau
tanpa dihadiri oleh pihak-pihak yang bersangkutan, setelah sebelumnya telah
memberitahukan hari, tanggal dan waktu persidangan tersebut kepada pihak-pihak
yang bersangkutan.
4. Anggota Majelis yang kalah dalam pengambilan
suara berhak mebuat catatan keberatan yang dilampirkan di dalam berkas perkara.
5. Keputusan ditandatangani oleh Ketua dan semua
Anggota Majelis, yang apabila berhalangan untuk menandatangani keputusan, hal
mana disebut dalam keputusan yang bersangkutan.
SANKSI-SANKSI/HUKUMAN
Terhadap pelanggaran Kode Etik yang dilakukan oleh seorang Advokat yang
perkaranya telah diperiksa dan diputus oleh Dewan Kehormatan melalui Majelis
Dewan Kehormatan sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Kode Etik Advokat Indonesia.
1. Hukuman yang dijatuhkan dalam keputusan dapat berupa:
a. Peringatan
biasa.
b. Peringatan keras
c. Pemberhentian sementara
untuk waktu tertentu
d.
Pemecatan
dari keanggotaan organisasi profesi.
2. Dengan pertimbangan atas berat atau ringannya
sifat pelanggaran Kode Etik Advokat dapat dikenakan sanksi:
a.
Peringatan
biasa bilamana
pelanggarannya tidak berat;
b.
Peringatan
keras bilamana sifat
pelanggarannya berat atau karena mengulangi kembali melanggar Kode Etik dan
atau tidak mengindahkan sanksi peringatan yang pernah diberikan;
c.
Pemberhentian
sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak
menghormati ketentuan Kode Etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa
peringatan keras masih mengulangi melakukan pelanggaran kode etik.
d.
Pemecatan
dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan pelanggaran kode etik dengan
maksud dan tujuan merusak citra serta martabat kehormatan profesi yang mulia
dan terhormat.
3. Pemberian sanksi pemberhentian sementara untuk
waktu tertentu harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi Advokat di luar
maupun di muka pengadilan.
4.
Terhadap
mereka yang dijatuhi sanksi pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan
atau pemecatan dari keanggotaan dari organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk diketahui
dan dicatat dalam daftar Advokat.
PENYAMPAIAN
SALINAN KEPUTUSAN (Pasal 17 KEAI)
Dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah keputusan
diucapkan, salinan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah harus disampaikan
kepada:
a.
Anggota yang
diadukan/Teradu
b.
Pengadu
c.
Dewan
Pimpinan Cabang/Daerah dan semua organisasi profesi;
d.
Dewan
Pimpinan Pusat dari masing-masing organisasi profesi;
e.
Dewan
Kehormatan Pusat;
f.
Instansi-instansi
yang dianggap perlu apabila keputusan telah mempunyai keputusan yang pasti.
PEMERIKSAAN
TINGKAT BANDING
DEWAN
KEHORMATAN PUSAT ( Pasal 18 KEAI)
1. Apabila Pengadu atau Teradu tidak puas dengan
keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah, ia berhak mengajukan permohonan
banding atas keputusan tersebut kepada Dewan Kehormatan Pusat.
2. Pengajuan permohonan banding beserta memori
banding yang sifatnya wajib, harus disampaikan melalui Dewan Kehormatan
Cabang/Daerah dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal yang
bersangkutan menerima salinan keputusan tersebut.
3. Dewan Kehormatan Cabang/Daerah setelah
menerima memori banding yang bersangkutan selaku pembanding
selambat-lambatnyadalam waktu 14 hari sejak penerimaannya, mengirimkan
salinannya melalui surat kilat khusu/tercatat kepada pihak lainnya selaku
terbanding.
4. Pihak Terbanding dapat mengajukan kontra
memori banding selambat-lambatnya dalam
waktu 21 hari sejak penerimaan memori banding.
5. Jika waktu yang ditentukan Terbanding tidak
menyampaikan kontra memori banding ia dianggap telah melepaskan haknya untuk itu.
6. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak
berkas perkara dilengkapi dengan bahan-bahan yang diperlukan, berkas perkara
tersebut diteruskan oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah kepada Dewan Kehormatan
Pusat.
7. Pengajuan permohonan banding menyebabkan
ditundanya pelaksanaan keputusan Dewan Kehormatan Cabang/Daerah.
Semua Ketentuan yang berlaku untuk pemeriksaan
pada tingkat pertama oleh Dewan Kehormatan Cabang/Daerah mutatis mutandis
berlaku untuk pemeriksaan pada tingkat banding oleh Dewan Kehormatan Pusat
(Pasal 18 ayat (13) KEAI)
Pendidikan Khusus
Profesi Advokat (PKPA) 2009
Mata Ajar : Kode Etik Profesi Advokat
Mata Ajar : Kode Etik Profesi Advokat
Oleh :
Abdul Kadir, S.H (Ketua PERADI Batam)